Daftar Blog Saya

Minggu, 25 November 2012

Kejeniusan Albert Einstein terus menarik minat ilmuwan, bahkan bertahun-tahun setelah kematiannya. Penelitian terbaru berhasil menguak penyebabnya, dan ini dimungkinkan karena 'kebandelan' Thomas Harvey, seorang dokter di rumah sakit tempat Einstein meninggal.

Catatan National Public Radio (NPR), sebuah organisasi media Amerika Serikat, menyebutkan saat Einstein meninggal pada 1955 otaknya telah dikeluarkan oleh Thomas Harvey. Sangat mungkin bahwa Harvey tidak pernah mendapat izin untuk mengeluarkan otak sang jenius itu.



Tetapi penulis Brian Burrell dalam "Postcards from the Brain Museum" mengatakan dokter tersebut mendapat persetujuan dari anak Einstein. Harvey mengatakan bahwa ia bermaksud untuk mempelajari otak Einstein. Atau setidaknya, Harvey akan berupaya menemukan ilmuwan lain untuk melakukannya.

Berkat Harvey, para ilmuwan dapat mempelajari otak Einstein berdasarkan sejumlah foto dan slide spesimen yang telah disiapkan oleh Harvey. Otak tersebut, yang difoto dari berbagai sudut, juga telah dipotong menjadi 240 blok dan slide-nya telah dibuat secara histologis.

Sebagai catatan pernyataan FSU, sebagian besar foto, blok dan slide telah hilang dari publik selama lebih dari 55 tahun. Untungnya, sejumlah dari dokumen tersebut baru-baru ini telah ditemukan kembali dan beberapa dokumen saat ini dapat ditemukan di National Museum of Health and Medicine.

Dokumen tersebut tersisa sebanyak 14 berkas. Meski demikian, Dean Falk, antropolog evolusi dari Florida State University dan rekan-rekannya mampu melihat lebih dekat, dan mencari tahu misteri yang tersimpan di otak Einstein.


Penyebab Einstein Jenius

Apa yang mereka temukan adalah keajaiban. "Meskipun ukuran keseluruhan dan bentuk asimetris otak Einstein tergolong normal, tapi prefrontal somatosensori, motor utama, parietaltemporal dan korteks oksipital miliknya luar biasa," kata Falk.

"Ini mungkin telah memberikan dasar-dasar neurologis untuk beberapa kemampuan visuospatial (kemampuan seseorang untuk memahami konsep melalui representasi visual) dan matematika," tambahnya.

Falk menjelaskan, misalnya bagian dari lobus frontal Einstein yang "ekstra sulit". Lobus parietal milik pencetus teori relativitas ini dalam beberapa bagian "luar biasa asimetris". Sedangkan somatosensori utama dan korteks motorik (daerah yang biasanya mewakili wajah dan lidah) itu "sangat luas di belahan otak kiri."

Falk pun mengaku terpesona. Selain Falk, kekhasan tersebut juga mengundang pertanyaan bagi Albert Galaburda, seorang ilmuwan syaraf di Harvard Medical School di Boston.

"Di antaranya adalah apakah Einstein memiliki otak khusus yang cenderung menjadikannya seorang fisikawan besar, atau apakah aktivitas fisika yang besar menyebabkan bagian-bagian tertentu dari otaknya berkembang," kata Galaburda, dalam majalah Science.

Kejeniusan Einstein, kata Galaburda, itu mungkin karena "beberapa kombinasi dari otak khusus dan pengaruh lingkungan yang Einstein tinggali."

"Beberapa hal tampak normal," kata Falk kepada The Huffington Post. "Ukurannya normal, bentuk otak secara keseluruhan asimetris, dan itu normal. Apa yang tidak biasa adalah kompleksitas dan konvolusi (lipatan cembung di permukaan otak) di berbagai bagian otak," ujarnya.

Menurut pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh Universitas, dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal "Brain" edisi 16 November 2012, terungkap deskripsi seluruh korteks serebral Einstein. Korteks serebralmerupakan lapisan tipis berwarna abu-abu yang terdiri dari 15-33 miliar neuron.





Sumber:
viva

Minggu, 18 November 2012

7 hewan penemuan baru



                

Ada terobosan baru bagi kehidupan rumah tangga. Istri-istri yang sering dikhianati perselingkuhan suaminya harus melirik produk baru ini. Sebut saja namanya "formula kesetiaan" karena bisa mencegah pria beristri selingkuh dengan wanita lain.

Formula ajaib berbahan hormon oksitosin ini dikembangkan oleh peneliti di Hurlemann dari Universitas Bonn. Sebenarnya okstitosin berfungsi sebagai hormon cinta yang berperan dalam daya tarik dan emosional antara pria dan wanita. Namun ternyata hormon ini bisa dikembangkan untuk menjaga hubungan cinta sebuah pasangan.

"Kadar oksitosin yang meningkat bisa membantu mempertahankan pernikahan dengan mencegah pria tertarik pada wanita lain," kata René yang memimpin penelitian seperti dilansir Tempo.

Seorang istri secara alami dapat meningkatkan kadar oksitosin suaminya lewat hubungan seksual. Namun, kehadiran, kedekatan, dan sentuhan dari istri ternyata juga dapat memicu bertambahnya oksitosin seorang pria.

Nah, penelitian sebelumnya terhadap tikus prairi juga menunjukkan hal senada. Oksitosin berperan vital sebagai kunci terbentuknya hubungan monogami. "Kami memberikan bukti pertama bahwa oksitosin memiliki peran yang sama bagi manusia," ujar Hurlemann.

Dalam penelitian terbaru, yang dipublikasikan di jurnal Journal of Neuroscience, tim peneliti menyemprotkan oksitosin dan plasebo (zat lain yang netral) ke hidung 57 pria beristri dan lajang. Para responden lantas diperkenalkan ke seorang perempuan peneliti yang dalam percobaan ini berperan sebagai penggoda.

Si wanita penggoda kemudian mendekati masing-masing pria. Para responden diminta untuk memberi tanda saat si wanita mencapai jarak yang membuat nyaman. Begitu pula saat si wanita dirasa begitu dekat sehingga membuat masing-masing pria tidak nyaman.

Percobaan diulangi dengan cara berkebalikan. Tiap pria diminta mendekati si wanita penggoda, lalu menentukan seberapa dekat jarak yang membuat mereka ingin berhenti karena mulai merasa kurang nyaman.

Percobaan menunjukkan, para pria beristri yang disemprot oksitosin memilih untuk menjaga jarak 10-15 sentimeter lebih jauh dari si wanita penggoda. Sedangkan yang disemprot plasebo bisa menolerir jarak yang lebih dekat.

Bagi para responden lajang, penyemprotan oksitosin dan plasebo tidak membawa perbedaan. Dan ketika percobaan diulang dengan seorang pria peneliti sebagai penggoda, semprotan oksitosin tidak berpengaruh terhadap semua responden.

"Kami awalnya mengira pria yang disemprot oksitosin akan membiarkan wanita lain sangat dekat dengannya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya," ujar Hurlemann.

Larry Young, seorang ahli oksitosin dari Universitas Emory, yang tidak terlibat dalam penelitian, mengatakan oksitosin memang berperan penting untuk menguatkan ikatan monogami sepasang tikus prairi. "Penelitian ini membuktikan oksitosin berperan memicu perilaku setia baik pada tikus hingga manusia," ujarnya.

Hebatnya, formula baru yang dikemas dalam alat semprot hidung ini tidak mempan pada bujangan. Jadi bagi pria lajang, tak usah takut berakibat buruk dijauhi wanita yang sedang diburunya.



 


Sumber:
tempo